Jakarta – cuan128 Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan adanya kejanggalan data beras di Food Station Tjipinang Jaya. Hal ini diungkapkan Amran di tengah harga beras mulai merangkak naik saat stok melimpah.
Awalnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut stok beras di Pasar Induk Cipinang kurang sehingga harga melambung di pasar. Saat melihat data resmi dari Food Station Tjipinang, dalam lima tahun terakhir stok beras terpantau stabil di atas angka 30 ribu ton. Bahkan pada 2025, stok beras di sana mencapai 50 ribu ton.

“Ini Januari https://cuan128okey.web.id/ (stok awal beras di Cipinang) 50 ribu ton banyak kan? Ini Januari benar nggak 50 ribu ton lebih tinggi dari 3 tahun sebelumnya atau 4 tahun sebelumnya. Ini kan 50 (ribu ton beras), 50 (ribu ton beras), terus 46 (ribu ton) naik lagi, 48 (ribu ton beras),” kata Amran saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (3/6/2025).

Saat ditelusuri lebih lanjut, Amran menemukan kejanggalan data pada 28 Mei 2025. Data tersebut menunjukkan, stok awal beras di Food Station Tjipinang Jaya mencapai 55.853 ton.

Sementara, beras yang masuk 2.108 ton dan beras yang keluar sebesar 11.410 ton. Padahal selama lima tahun terakhir, beras keluar dari gudang Cipinang rata-rata berkisar 1.400 hingga 3.500 ton.

Saat ditanya lebih lanjut mengenai 11 ribu ton digelontorkan ke mana, Amran menyebut pihaknya belum menemukan jawaban. Saat ini Kementan bersama dengan Satgas Pangan Polri tengah menyelidiki motif tersebut. Namun, pihaknya sudah mengantongi dugaan sementara.

“Ini dimainkan. Kalau stok kita tidak banyak apa yang terjadi? Pasti minta impor kan, benar nggak? Apa mau minta impor dengan kondisi kita stok 4 juta ton? (Mereka minta) dikeluarkan SPHP apa jawabannya? Untuk di-blending untuk dicampur dengan beras lokal, baru dijual mahal. Ini kan nggak benar yang seperti ini,” terang Amran.

Sementara itu, Kepala Satgas Pangan Polri Helfi Assegaf mengatakan pihaknya terus mendalami terkait motif serta fakta yang terjadi di lapangan dengan kesesuaian data.

“Kita lakukan pendalaman, tapi awal mereka belum bisa menyampaikan barang itu ada di mana sekarang, barang itu keluar. Mereka ditanya oleh penyidik kita, tidak bisa menyampaikan. Barang itu ke arah mana perginya, keluarnya dari mana, belum bisa disampaikan kepada kita,” kata Helfi.

Apabila tidak sesuai dengan data yang disampaikan, Helfi menerangkan ada tindakan manipulasi data. Di sisi lain, dia juga menyoroti temuan tersebut muncul bersamaan dengan pedagang Pasar Induk Cipinang yang meminta importasi beras.

“Kalau dia memanipulasi data, sedangkan muncul bersamaan dengan itu ada berita pedagang di pasar induk minta supaya segera realisasikan importasi. Nyambungan kan ya? Dengan adanya laporan tersebut, maka manipulasi data itu terjadi, artinya mereka memberikan data yang tidak benar,” ujar Helfi.

Helfi menambahkan penyampaian data resmi kepada pemerintah menjadi penting. Sebab, data tersebut menjadi salah satu pertimbangan untuk membuat kebijakan.

“Sehingga pemerintah salah mengambil kebijakan karena tidak sesuai dengan data yang sebenarnya. Ada berdampak. Sementara saat ini sedang surplus beras. Ya kalau memang realisasi (impor) nanti betul-betul terjadi, kan dampaknya besar nih, over yang saat ini saja sudah banyak barang, masuk lagi barang importasi. Ini tidak akan menyentuh keuntungan untuk petani, yang ada petani akan makin jatuh,” jelas Helfi.